Eksistensi Berujung Kekerasan: Geng Pelajar Tanjung Priok Terlibat Aksi Air Keras
Dunia pendidikan dan masyarakat kembali diguncang oleh tindakan kekerasan yang melibatkan kelompok pelajar. Di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebuah geng pelajar terlibat dalam aksi brutal menyiram air keras ke arah warga. Motif yang terungkap sungguh memprihatinkan: demi eksistensi dan ingin dikenal.
Kekerasan sebagai Jalan Pintas untuk “Dikenal”
Kepolisian mengungkap bahwa pelaku aksi ini adalah sekelompok pelajar yang tergabung dalam geng jalanan. Mereka secara sengaja membawa cairan berbahaya dan menyiramkannya ke korban secara acak saat konvoi di jalanan. Yang mengejutkan, tindakan tersebut dilakukan bukan karena dendam, melainkan untuk mencari perhatian.
“Motif mereka adalah eksistensi. Mereka ingin dikenal, dianggap berani, dan ingin namanya viral di media sosial,” ujar Kapolres Jakarta Utara saat memberikan keterangan resmi.
Korban Luka Serius, Pelaku Ditangkap
Aksi ini menyebabkan setidaknya satu korban mengalami luka bakar serius di bagian wajah dan tangan. Korban saat itu sedang berjalan kaki di kawasan pemukiman ketika tiba-tiba disiram cairan oleh pelaku yang berboncengan motor.
Tak butuh waktu lama, pihak kepolisian berhasil menangkap beberapa pelajar yang terlibat dalam kejadian tersebut. Mereka kini tengah menjalani proses hukum, dan pihak berwenang sedang mendalami kemungkinan keterlibatan anggota geng lainnya.
Remaja, Media Sosial, dan Budaya Kekerasan
Kasus ini membuka diskusi serius tentang pengaruh media sosial terhadap pola pikir remaja. Keinginan untuk viral, dikenal, dan “dianggap keren” mendorong sebagian pelajar mengambil jalan ekstrem, bahkan melanggar hukum dan mengorbankan keselamatan orang lain.
Para pelaku diketahui aktif memamerkan kegiatan geng mereka di platform media sosial, termasuk mem-posting video konvoi motor, tantangan antar geng, dan aksi-aksi berbahaya lainnya.
Seruan dari Masyarakat dan Pemerhati Pendidikan
Banyak pihak menyesalkan insiden ini. Para orang tua, guru, dan pemerhati pendidikan mendesak pemerintah dan sekolah untuk lebih serius melakukan pendekatan terhadap perkembangan mental dan sosial anak-anak usia sekolah.
“Ini bukan sekadar kenakalan remaja. Ini adalah tanda kegagalan sistem dalam memberi arah pada energi muda yang tersesat,” kata seorang psikolog remaja dari Jakarta.
Aksi kekerasan demi eksistensi bukanlah jalan yang layak. Ketika ketenaran lebih dihargai daripada kemanusiaan, maka kita semua perlu bertanya: di mana peran kita sebagai masyarakat?