Kasus Penabrakan Argo Ericko: UGM Putuskan Bekukan Status Christiano Tarigan
Universitas Gadjah Mada (UGM) mengambil langkah tegas dalam merespons kasus penabrakan yang menimpa mahasiswa Argo Ericko di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku penabrakan, Christiano Tarigan, yang juga merupakan mahasiswa UGM, resmi dikenai sanksi administratif berupa pembekuan status kemahasiswaannya.
Keputusan ini diumumkan langsung oleh pihak universitas setelah melalui proses klarifikasi internal dan menimbang dampak serius dari insiden tersebut terhadap korban, keluarga, serta nama baik kampus.
Sikap Tegas dari UGM
Melalui keterangan resmi yang disampaikan pada Senin (3/6), UGM menyatakan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi tindakan mahasiswa yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika, dan hukum.
“Setelah melalui pertimbangan dan proses etik, UGM memutuskan untuk membekukan status kemahasiswaan Christiano Tarigan sampai proses hukum selesai. Ini sebagai bentuk tanggung jawab institusi terhadap korban dan publik,” ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Arie Sudjito.
Pembekuan status tersebut artinya Christiano tidak dapat mengikuti kegiatan akademik maupun administratif selama sanksi berlaku. Keputusan ini juga memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk menangani kasus tanpa intervensi institusi.
Kronologi Insiden
Peristiwa tragis ini terjadi pada akhir Mei lalu di kawasan Jalan Kaliurang, saat Argo Ericko, mahasiswa Fakultas Teknik UGM, tengah berkendara pulang. Ia ditabrak oleh mobil yang dikendarai Christiano dalam kecepatan tinggi. Akibat tabrakan itu, Argo mengalami luka serius dan sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit, sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Polisi telah menetapkan Christiano sebagai tersangka. Ia dijerat dengan pasal terkait kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Reaksi Publik dan Komunitas Kampus
Insiden ini memicu gelombang simpati dan kemarahan di kalangan mahasiswa. Sejumlah organisasi kampus mendesak agar UGM bertindak tegas terhadap pelaku, sekaligus memberikan dukungan penuh bagi keluarga korban.
“Kami kehilangan teman dan saudara. Tindakan tegas dari kampus menjadi penting agar tragedi ini tidak terulang,” kata Aulia, rekan satu fakultas almarhum Argo.
Pihak UGM juga menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban dan telah mengunjungi rumah duka sebagai bentuk empati.
Penegakan Etika dan Reformasi Internal
Kasus ini menjadi momentum bagi UGM untuk meninjau ulang sistem pembinaan dan pengawasan terhadap perilaku mahasiswa, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Pihak rektorat menyatakan akan memperkuat pendidikan karakter dan etika sebagai bagian dari kurikulum non-akademik.
“Menjadi pintar saja tidak cukup. Integritas dan tanggung jawab sosial harus menjadi karakter utama lulusan UGM,” tambah Prof. Arie.
Langkah tegas UGM dalam membekukan status Christiano Tarigan menegaskan bahwa institusi pendidikan memiliki tanggung jawab moral dalam menjaga perilaku warganya. Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa kelalaian bisa berujung fatal, dan hanya dengan keberanian menegakkan nilai-nilai keadilan, sebuah tragedi bisa dijadikan pelajaran bersama.